Dia berangkat ke Jawa karena dia mau melanjutkan
Entah kapan akan kembali.
Saya memintas melewati persawahan menuju rumah si Dul.
Sebab jika lewat jalan besar bisa bertemu orang, Sampai di rumah si Dul, dia sudah standby mengepit buntelan berisi kain batik bagus-bagus, berikut perhiasan emas, milik uninya almarhumah Nurtini.
Kami lari-lari kecil menuju kota Bukit- tinggi, berjalan kaki sekitar 25 km, lewat desa-desa Pantar Kampung Pisang, Sungai Jaring, dan Lambah Sianok.
Zaman itu mobil penumpang umum hampir tidak ada.
Kalau pun ada pakai minyak karet.
Dalam perjalanan, berpapasan dengan beberapa orang yang kami kenal.
Kami katakan mau ke Padang menggaleh (menggalas, berniaga).
Waktu itu memang orang ramai ke Padang, setelah Jepang kalah dalam perang dunia II lawan Amerika dan sekutunya.
Kota ini sedang terbuka untuk berdagang.
Orang percaya karena saya dan Dul sedikit banyak memang turunan orang manggaleh Setiba di Bukittinggi, kami menuju rumah Mak Kari di Tembok.
Bagi saya beliau memang mamak (om) sedangkan bagi si Dul adalah pak Etek, adik Bapak Datuk Bagindo Basa.
Mak Kari pegawai sipil TNI sedangkan istri beliau, mak Darmi, berjualan gado-gado di sebuah kios Simpang Tembok.
Mak Darmi amat ramah, suka menerima tamu.
Pandai membaur dengan ipar-iparnya di Lawang.
Mak Darmi amat ramah, suka menerima tamu
Roeslan Abdoel Gani dari Surabaya.Anak mereka tiga, Ir.
Sjakdin Darminta, Darman dan Masni.
Di Lawang mereka tinggal di Surau Pinang.
Semua integrated dengan masyarakat kampung Mereka sehari-hari ke kebun tebu dan menggarap sawah 51 Resah Gelisah Masa Remaja AWAL PENDERITAAN Setelah dua hari perjalanan kami sampai di Lubuklinggau, Sumatra Selatan.
Kami menginap di sebuah hotel, eh tahu- tahu di sana kami bertemu dengan kanda Rasjidin Rasjid.
Ia menginap di hotel itu juga, persis di depan stasiun kereta api Lubuklinggau untuk angkutan KA menuju Palembang atau Tanjungkarang Kepada kanda Rasjidin Rasjid kami terus terang mengata- kan lari dari kampung, ingin ke Jawa Sedangkan ia bercerita, di Bukittinggi kebetulan ia dapat menumpang truk yang membawa para interniran Belanda d Kotacane, Aceh.
Mereka dibawa ke Lubuklinggau untuk digabung dengan interniran lain yang akan dibebaskan tentara Jepang.
Dia berangkat ke Jawa karena dia mau melanjutkan
Hendaknya dimaklumi, bahwa setelah Jepang ditak- lukkan Sekutu dalam Perang Dunia II, tawanan tersebut direhabilitasi oleh RAPWI (Rehabilitation Allied Prisoners of War Internees), suatu lembaga yang didirikan Sekutu untuk mengurus dan memasyarakatkan mereka.Tentang kanda Rasjidin dapat saya kisahkan bahwa saat itu ia baru saja menamatkan sekolah menengah Islamic College di Padang, sebuah institut Islam modern.
Dia berangkat ke Jawa karena dia mau melanjutkan ke Sekolah Islam Tinggi Yogyakarta la menyatakan bersedia bersama kami pergi ke Jawa Semula kami girang, karena akan seperjalanan dengan kakanda Rasjidin menuju Pulau Jawa.
Namun, waktu membeli karcis kereta api kami ditolak petugas loket, karena tidak punya surat jalan.
Waktu itu, siapa pun yang akan membeli karcis kereta api, diharuskan melampirkan surat jalan.
Se- dangkan kami secarikpun tidak punya surat macam itu.
Kami terpaksa berpisah dan kami lepas kakanda Rasjidin naik kereta api ke Tanjungkarang, terus menyeberang selat Sunda Belakangan kami dapat kabar, kapal kecil yang ditum- panginya terombang-ambing di laut Jawa, sehingga tak dapat mencapai Merak.
Comments
Post a Comment